Elemen - Elemen dalam Continuity Planning
Elemen - elemen dalam Continuity Planning
Ada banyak istilah yang
diberikan kepada program Continuity Planning. Di antaranya adalah :
Contingency Planning, Disaster
Planning, Crisis Planning
Beberapa ahli memberikan perbedaan
untuk keempatnya namun untuk diskusi kita kali ini kita tidak melihat perbedaan
tersebut dan fokus pada fungsi program ini yaitu membawa perusahaan melewati
masa paling kritis dalam kehidupannya.
Tujuan program ini adalah untuk
memastikan bahwa :
1. Adanya kontrol yang cepat, nyata dan penuh
otoritas pada saat perusahaan melewati masa kritis akibat killer risks
2.
Kerusakan
kemudian dapat dikendalikan
3. Keamanan dan keselamatan
di tempat kerja dikembalikan ke posisi awal
4. Penilaian tentang
kerusakan dapat dilakukan segera
5.
Kontrol
operasional dan finansial perusahaan dapat dipertahankan
6.
Brand
Image perusahaan di
lindungi maksimal
7.
Tanggung
jawab perusahaan yang urgent harus segera dipenuhi
8.
Proses
untuk kembali ke situasi normal dapat dipercepat
Hanya dengan memastikan bahwa ke delapan
hal di atas terjaga dengan baik maka kita memiliki keyakinan bahwa perusahaan
dapat melalui masa kritis. Berikut ini
adalah dua contoh keadaan kritis yang dialami perusahaan dan program
continuity planning yang mungkin dilakukan.
Bayangkan sebuah Bank yang memiliki
jaringan nasabah yang banyak dan sangat luas cakupan geografisnya, maka untuk
menunjang kegiatan operasionalnya Bank
ini akan sangat bergantung pada sistem informasi yang canggih. Karena kelemahan
manajemen maka bank diserang oleh killer risk. Misalnya bank gagal memenuhi batas minimum Capital Adequacy Ratio
(CAR) sesuai dengan tuntutan regulator sehingga Bank dinyatakan tidak sehat dan
nasabah mulai menarik dana dengan sangat cepat dan diikuti dengan Bank akan
mengalami kalah kliring di Bank Indonesia.
Maka Program Continuity Planning paling tidak harus
menyentuh lima
area operasional bank berikut ini :
1.
Bagaimana
menjaga agar Infrastruktur IT dan Komunikasi perusahaan tetap berfungsi
2.
Bagaimana
agar Informasi atau database yang kritikal untuk perusahaan tetap dimiliki oleh
perusahaan
3.
Bagaimana
menjaga agar bank dapat tetap beroperasi pada tingkat yang minimal
4.
Bagaimana
mempertahankan hubungan dengan supplier dan jalur distrisbusi yang ada
5. Bagaimana menjaga agar personel
– personel kunci tidak pergi meninggalkan perusahaan
Mengapa Program Continuiy
Planning harus menyentuh infrastruktur IT dan komunikasi . Sudahlah pasti bahwa
era sekarang akan menuntut Bank modern sangat tergantung pada sistem IT. Sistem informasi teknologi di sini termasuk
perangkat komputer mulai dari PC sampai mainframe serta software –
software yang digunakan oleh Bank. Empat poin penting yang harus termasuk ke
dalam program continuity adalah :
1.
Seberapa
sering data harus di buat back up-nya
2.
Kalau
sistem IT terpengaruh oleh killer risks
maka seberapa cepat sistem komputer / IT dapat kembali keposisi
operasional yang minimal
3.
Kalau
menggunakan sistem IT cadangan, maka spesifikasi sistem cadangan harus dapat
mendukung tingkat operasional minimum bank yang bersangkutan
4. Hal yang sama berlaku
untuk sistem komunikasi perusahaan
Selain aset yang dapat dilihat, perusahaan juga
memiliki aset yang sifatnya intangible.
Aset ini dapat tersimpan di dalam sistem informasi perusahaan namun
dapat juga tersimpan dalam bentuk hard copy. Untuk yang terakhir ini
maka program continuity harus masuk ke dalam area sistem filling perusahaan. Di mana dokumen akan disimpan ? Untuk dokumen
– dokumen yang sangat berharga maka apakah harus dibuat copy ? dan apakah masing
– masingnya harus disimpan dengan metode penyimpanan dan ditempat yang berbeda
?
Tsunami yang menimpa Provinsi Aceh dan Sumutera
Utara yang lalu memberikan gambaran betapa pentingya kedua hal di atas. Pada saat itu timbul persoalan : bagaimana
memberikan verifikasi atas sebuah klaim yang timbul sehubungan dengan pinjaman
kredit dari bank dan polis asuransi. Keadaan pada saat tersebut begitu parahnya
di mana nasabah / tertanggung kehilangan bukti diri dan dokumen asli. Pihak bank / perusahaan asuransi yang
berkantor di lokasi kejadian juga kehilangan semua berkas. Hampir semua data yang tersimpan pada kantor pemerintahan setempat juga habis
tersapu tsunami.
Memang pada akhirnya pemerintah menetapkan
prosedur penyelesaian administrasi yang sangat pendek untuk mempermudah semua
pihak memproses klaim yang diajukan. Sangat beruntung karena hampir semua bank
dan perusahaan asuransi memiliki back – up data di kantor pusat atau di kantor
cabang yang lebih besar. Bayangkan apa yang akan terjadi kalau peristiwa
sejenis terjadi di kantor pusat perusahaan.
Tanpa sistem back up yang andal maka kehidupan perusahaan akan
terhenti / discontinued.
Walaupun didera oleh killer risks bank
harus berusaha sekuat - kuatnya untuk bertahan hidup. Bertahan hidup agar kalau
nanti saat – saat kritis sudah berlalu maka bank dapat menjalankan recovery
planning untuk sehat kembali. Dengan
kata lain bank harus dapat hidup dan menjalankan kewajibannya walaupun pada
tingkat yang minimal. Apakah yang
dimaksud dengan tingkat yang minimal ? Adalah tingkat di mana perusahaan masih
mampu memenuhi kewajibannya yang paling mendesak.
Kita ambil kasus tutupnya
bank – bank nasional Indonesia menyusul
krisis moneter 1998. Pada saat itu
keadaan sungguh – sungguh kacau. Banyak
nasabah yang tidak bisa menarik dananya karena bank membatasi besar maksimal
penarikan, seharusnya Bank tidak boleh melakukan pembatasan
tersebut, karena Bank berkewajiban
membayar seluruh penarikan yang dilakukan oleh nasabah. Kondisi minimal sebuah Bank adalah tetap
sanggup membayar kewajibannya. Tanpa hal ini maka hampir dipastikan bank tidak
akan mampu menjalani Recovery Planning pada tahap berikutnya.
Dalam kondisi yang kepayahan bank juga harus tetap
menjaga hubungannya dengan supplier dan seluruh sistem distribusinya. Hubungan
ini penting di jaga agar bank dapat sukses menjalankan recovery planning. Tanpa hubungan yanng baik dengan distributor
maka jelas perusahaan akan kesulitan untuk mengembangkan diri pada saat harus
bangkit dari kesulitan. Secara fiansial perusahaan akan lemah dan dari segi
posisi di market perusahaan dalam kondisi yang meragukan. Pada posisi ini maka
kepercayaan dari para pemain di jalur distribusi akan menentukan berlanjutnya hidup
perusahaan.
Hal terakhir yang harus menjadi bagian dari
Contingency Planning berkaitan dengan Sumber Daya Manusia perusahaan. Pada saat di mana perusahaan dalam kesulitan
sangat mudah bagi para pegawai – pegawai kunci perusahaan untuk pergi. Pegawai dengan keahlian khusus akan dengan
mudah mendapatkan pekerjaan di tempat lain dan adalah manusiawi kalau mereka
kemudian dalam saat – saat yang sulit mempertimbangkan penawaran dari pihak
lain tersebut.
Bertahan di saat kritis, perusahaan tidak akan
membutuhkan semua pegawai, hanya
beberapa pegawai yang memiliki kemampuan
tertentu yang harus tinggal di perusahaan.
Pada bagian di atas kita sudah melihat bahwa salah satu hal yang ingin
dicapai oleh continuity planning adalah mendapatkan kontrol yang nyata dan
efektif pada saat – saat kritis. Hal ini hanya bisa dicapai kalau SDM kunci
tetap tinggal bersama perusahaan. Pegawai yang kurang penting relatif dapat
direkrut pada saat perusahaan manjalani recovery planning.
Kepentingan akan SDM menjadi sangat tinggi pada
kasus perusahaan yang bergerak di bidang jasa.
Pada perusahaan jenis ini, apa yang menjadi jaminan bagi para pelanggan,
supplier atau jalur – jalur distribusi perusahaan adalah SDM perusahaan itu
sendiri. Kalau SDM yang bersangkutan pergi meninggalkan perusahaan maka
kepercayaan pihak – pihak di atas dapat jatuh ke titik terendah dan perusahaan
tidak akan pernah bangkit lagi.
Sebagai contoh lainnya adalah perusahaan asuransi dimana bisnis perusahaan
manjual janji membayarkan ganti rugi pada saat
klaim yang valid diajukan oleh pemegang polis. Pemegang polis seringkali tidak mau tahu
dengan segala kerumitan yang ada di
dalam perusahaan asuransi. Dalam
kasus asuransi jiwa seringkali yang dikenal oleh pemegang polis di perusahaan
tersebut hanyalah agen yang mendekati pemegang polis pada saat awalnya. Begitu
krusialnya peranan agen pada asuransi jiwa sampai – sampai pada beberapa tahun
lalu terjadi banyak terjadi pembajakan agen – agen yang berpresatasi
bagus.
Dalam
kondisi perusahaan yang sedang kritis agen akan dengan mudah membawa seluruh pemegang
polisnya pindah ke perusahaan asuransi jiwa lain. Berusaha meyakinkan agen –
agen untuk tatap tinggal pada masa-masa sulit akan sangat menentukan masa depan
perusahaan. Tentu saja hal ini harus
disertai dengan harapan bahwa perusahaan akan mampu melewati masa – masa yang
sulit.
Pada bagian di atas kita
sudah melihat beberapa contoh killer risks. Berikut ini adalah sisi lain dari killer risks
yang harus menjadi perhatian pimpinan perusahaan. Risiko – risiko ini disebut Strategic Killer Risks. Contohnya adalah :
1. Kegagalan dalam inovasi
2. Kegagalan dalam memelihara reputasi
3. Kegagalan dalam memberikan motivasi kepada
pegawai
4. Kegagalan dalam merespon keinginan pasar
Berbeda dengan killer risks
biasa (operasional) maka strategic killer risks terjadi karena akumulasi
proses manajemen yang buruk di dalam perusahaan. Semakin lama keadaan perusahaan semakin buruk sampai pada
satu saat perusahaan tidak tertolong lagi.
Kita ambil
contoh adalah kegagalan perusahaan dalam merespon keinginan pasar. Jenis usaha apapun akan mempunyai pasar yang selalu berubah. Pasar di sini
termasuk pelanggan lama, calon pelanggan, kompetitor dan tentu saja
regulator. Semua elemen yang baru disebutkan secara konstan berubah. Perusahaan harus
mampu mengikuti perubahan tersebut atau akan mati karena perusahaan kompetitor
yang akan melakukannya.
Sama
dengan killer risks pada tataran operasional maka dalam menghadapi strategic
killer risks perusahaan membutuhkan continuity planning sebagai bagian dari
strategi perusahaan dalam mencapai tujuannya.