Kriteria kemampuan ekonomi
Kriteria kemampuan ekonomi
Pertimbangan
dan tujuan utama pembentukan daerah otonom yang baru adalah untuk mempercepat
pencapaian tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Secara teoritis,
untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi diperlukan berbagai upaya yang
menyangkut aspek ekonomi makro maupun mikro. Pada pendekatan makro ekonomi
dijelaskan bahwa pola pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan ditentukan oleh
aktivitas ekonomi dari berbagai sektor ekonomi yang ada di wilayah tersebut
(Dombusch & Fishcer, 1997), yang terdiri dari sektor rumah tangga, swasta
(bisnis) dan pemerintah. Sedangkan pendekatan mikro ekonomi menjelaskan bahwa
daya tahan pelaku ekonomi ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola berbagai
sumber daya (resources) yang digunakannya secara efisien dalam melakukan
produksi. Muara dari kedua pendekatan tersebut adalah kemampuan suatu daerah
untuk bersaing dalam kiprahnya ditengah-tengah pergulatan ekonomi nasional
maupun global. Karena itu analisis aspek sosial ekonomi akan menjelaskan
kondisi makro dan mikro ekonomi pada daerah otonom yang akan dibentuk.
Dornbusch & Fishcer (1997) bahwa perkembangan
perekonomian daerah akan dapat dianalisis dari beberapa variabel, diantaranya
adalah struktur perekonomian daerah, daya saing ekonomi, tingkat pendapatan
daerah yang dihitung dari PDRB-nya, keunggulan komparatif daerah, potensi
kerjasama antar wilayah, investasi lokal dan investasi yang datang dari luar,
budaya menabung dan konsumsi, akses lokal pada pasar ekspor, kemudahan industri
lokal dalam memperoleh faktor produksi, serta kekuatan PAD dan besaran APBD.
Poin terpenting dalam hal ini adalah bahwa daerah yang baru harus memiliki
kemampuan ekonomi yang memadai dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya
dan juga kesejahteraan masyarakat pada wilayah yang lebih luas.
Sesuai dengan penjelasan PP No. 78 Tahun 2007, kemampuan
ekonomi daerah diukur dengan menggunakan tiga indikator, yakni Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) non migas perkapita, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi
PDRB non migas. Indikator PDRB diukur dengan menggunakan dua sub indikator,
yakni PDRB perkapita, dan laju pertumbuhan ekonomi.
Indikator PDRB digunakan untuk melihat sejauhmana kemampuan
daerah (baik pemerintah maupun masyarakatnya) dalam menggali dan memanfaatkan
seluruh sumber daya atau faktor produksi (input) yang ada di daerah menjadi
output (produk-produk barang dan jasa). Besaran PDRB suatu daerah juga
menggambarkan daya saing suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Angka
PDRB juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian yang
terjadi pada suatu daerah pada periode tertentu telah menghasilkan tambahan
pendapatan bagi masyarakat (Susanti dkk, 1995). Indikasi tersebut tersirat dari
pertumbuhan output karena pada dasarnya aktivitas ekonomi adalah suatu proses
penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa (output)
yang pada gilirannya akan menghasilkan aliran balas jasa terhadap faktor
produksi yang dimiliki masyarakat. Dengan demikian adanya pertumbuhan output
diharapkan akan meningkatkan pendapatan masyarakat selaku pemilik faktor-faktor
produksi tersebut.
Suatu perekonomian dinamakan mengalami pertumbuhan apabila
jumlah balas jasa rill terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada Tahun
tertentu lebih besar daripada sebelumnya. Lebih jauh, untuk mengetahui ada
tidaknya peningkatan kesejahteraan masyarakat maka pertumbuhan ekonomi harus
dihitung dengan PDRB per kapita atas dasar harga konstan.