Dasar dan Konsekuensi Pembentukan Daerah Otonom
Dasar dan Konsekuensi Pembentukan Daerah Otonom
Atas
dasar kerangka sebagaimana dikemukakan di atas, pembentukan suatu daerah otonom
(kabupaten, kota maupun provinsi) beserta pemerintahnya memiliki implikasi yang
sangat luas dan mencakup berbagai dimensi. Tujuan utama pembentukan daerah
otonom yang baru adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya
di daerah otonom yang bersangkutan, dan umumnya di seluruh negara. Pembentukan
suatu daerah otonom secara teoritis akan dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, mempercepat pertumbuhan kehidupan berdemokrasi, mempercepat
pelaksanaan pembangunan ekonomi di daerah, mempercepat pengelolaan potensi
daerah, meningkatkan keamanan dan ketertiban, serta meningkatkan hubungan yang
serasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Hal
yang paling penting dipertanyakan dalam konteks pembentukan daerah otonom baru
(kabupaten, kota maupun provinsi) adalah apakah pembentukan daerah otonom baru
akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, mempermudah akses
masyarakat terhadap pelayanan, mempercepat gerak roda perekonomian daerah,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta membuat kehidupan masyarakat
menjadi lebih baik. Karena itu sejalan dengan pembentukan daerah kabupaten yang
baru diperlukan pengkajian atau analisis atas berbagai aspek yang diduga
memiliki kontribusi terhadap jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut.
UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk
dan disusun Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai
dengan kriteria tersebut Pasal 4 ayat 2 PP No. 78 Tahun 2007 mengemukakan bahwa daerah kabupaten/kota
berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang
bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat
administrasi, teknis, dan fisik kewilayahan.
Pasal
5 ayat 2 point a menjelaskan bahwa syarat administrasi pembentukan kabupaten/kota
adalah keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan
calon kabupaten/kota yang diproses berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Pasal
6 ayat 1 menyebutkan yang dimaksud dengan syarat teknis a) kemampuan ekonomi; b) potensi daerah; c)
sosial budaya; d) sosial politik; e) jumlah penduduk; f) luas daerah; g) pertahanan ; h) keamanan; i) kemampuan
keuangan ; j) tingkat kesejahteraan masyarakat dan k) rentang kendali
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Faktor-faktor tersebut dinilai berdasarkan
hasil kajian daerah. Calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom
baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai
seluruh indicator dan perolehan nilai indicator faktor kependudukan, faktor kemampuan
ekonomi, potensi daerah dan kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu
atau mampu. Berikutnya dalam Pasal 7 dijelaskan bahwa syarat fisik kewilayahan
meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana
pemerintahan.
Sejalan
dengan pembentukan pemerintahan daerah maka kemudian muncul persoalan mengenai
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Manan, 1994). Persoalan
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah muncul karena pelaksanaan
kewenangan, tugas dan tanggung jawab pemerintahan negara kemudian tidak hanya
dilakukan oleh pemerintahan pusat tetapi juga oleh pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah melaksanakan sebagian kewenangan, tugas maupun tanggung
jawab pemerintahan, yakni kewenangan, tugas maupun tanggung jawab yang telah
diserahkan kepada daerah atau yang diakui sebagai urusan daerah yang
bersangkutan. Sejalan dengan azas desentralisasi maka hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah seharusnya memiliki beberapa kondisi berikut:
pertama, tidak mengurangi hak-hak masyarakat daerah sebagai stakeholder dan
salah satu pilar good governance untuk turut terlibat dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah; kedua, tidak mengurangi hak-hak daerah
untuk berinisiatif atau berprakarsa untuk mengatur dan mengurus sesuatu yang
dianggap penting oleh daerah; ketiga, bentuk hubungan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah atau antara daerah yang satu dengan yang lain dapat
berbeda-beda sesuai dengan keadaan khusus masing-masing daerah, serta keempat,
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah.
Sejalan
dengan itu dalam rangka pembentukan kabupaten baru perlu dilakukan pula upaya
pemberdayaan (empowering) pemerintah dan masyarakat daerah. Hal ini agar
pelaksanaan azas desentralisasi sejalan dengan pembentukan daerah otonom baru
dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan kedudukan pemerintah
daerah selaku daerah otonom maka pemberdayaan pemerintah daerah tidak hanya
menyangkut organisasi beserta aparat yang mendukungnya (capicity building),
tetapi juga menyangkut kemampuan keuangannya, karena tanpa sumber keuangan yang
memadai maka daerah tidak mungkin dapat melaksanakan fungsinya dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat.