Alasan dan Keuntungan Desentralisasi
Alasan dan Keuntungan Desentralisasi
Secara
teoritis, pemberian otonomi kepada daerah dilatarbelakangi oleh tujuan politik
maupun administratif yang ingin dicapai oleh pemerintah suatu negara. Menurut
Maddick (1963), rasional dari tujuan politik dari otonomi daerah adalah untuk
menciptakan kesadaran sipil (civil conciousness) dan kedewasaan politik
(political maturity) masyarakat melalui pemerintah daerah. Penyebaran
kedewasaan politik dapat dilakukan melalui partisipasi masyarakat dan melalui
pemerintahan yang responsif yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat lokal
ke dalam kebijakan yang diambilnya dan bertanggung jawab kepada masyarakat.
Senada dengan itu, Lughlin (1981) mengemukakan bahwa sistem pemerintahan daerah
diperlukan untuk mengakomodasikan pluralisme dalam suatu negara modern yang
demokratis. Smith (1985) juga mengemukakan bahwa keberadaan pemerintah daerah
diperlukan untuk mencegah munculnya kecenderungan centrifugal yang terjadi
karena adanya perbedaan etnis, agama dan unsur-unsur primordial lainnya di
daerah-daerah.
Dari
tujuan administratif, menurut Rondinelli (1984), Maddick (1963) dan Smith
(1985), rasional keberadaan pemerintah daerah adalah untuk mencapai efisiensi
ekonomi dalam aktivitas-aktivitas perencanaan, pengambilan keputusan, pengadaan
pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan melalui desentralisasi. Tidak
ada pemerintah pusat dari suatu negara yang besar yang dapat secara efektif
menentukan apa yang harus dilakukan dalam semua aspek kebijakan publik.
Demikian
pula tidak ada pemerintah pusat yang dapat secara efektif mengimplementasikan
kebijakan dan program-programnya ke seluruh daerah secara efisien (Bowman &
Hampton, 1983). Karena itu diperlukan unit-unit pemerintahan di tingkat lokal
yang kemudian diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan urusan tertentu baik
atas dasar prinsip devolusi (di Indonesia dikenal dengan prinsip
desentralisasi) maupun atas dasar prinsip dekonsentrasi Kedua jenis pilihan
(devolusi dan dekonsentrasi) tersebut akan memiliki implikasi yang sangat
berbeda satu sama lain dalam penerapannya. Meskipun ada kecenderungan
pemerintah berbagai negara di dunia untuk mengkombinasikan kedua pilihan
tersebut secara seimbang, namun tetap saja terdapat kecenderungan bahwa prinsip
yang satu selalu lebih besar dari prinsip yang lain. Pendulum devolusi atau dekonsentrasi
akan selalu bergerak ke kedua sisi tergantung dari kebijakan politik dari elit
pemerintahan suatu negara. Namun demikian, secara empirik terlihat bahwa negara
dengan tingkat ekonomi dan politik yang relatif mapan cenderung untuk lebih
menerapkan prinsip desentralisasi daripada dekonsentrasi.
Norman
D. Palmer mengatakan bahwa desentralisasi tidak melemahkan wewenang pemerintah
pusat, sebaliknya dengan adanya desentralisasi dapat digunakan sebagai sarana
untuk menguatkan wewenang pemerintah pusat dan memungkinkan pelaksanaan
fungsi-fungisnya secara lebih efektif serta untuk mempertahankan pengawasan
secara seksama terhadap lembaga perwakilan daerah atau lembaga-lembaga otonom
di tingkst daerah.
Pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia tidak terlepas dari kecenderungan yang terjadi di
berbagai negara di dunia, meskipun tetap memiliki warna tersendiri yang
berbeda. Perjalanan otonomi daerah di Indonesia setelah kemerdekaan dimulai
dengan dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1945 yang kemudian dalam perjalanan
sejarah disempurnakan dengan UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, Penpres
No. 6 Tahun 1959, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun
2004. Dalam perjalanannya penerapan otonomi daerah di Indonesia tetap diwarnai
oleh pilihan penguatan desentralisasi atau dekonsentrasi. Perubahan-perubahan
peraturan perundangan mengenai pemerintahan daerah merupakan indikasi dari
perubahan pilihan politik di tingkat nasional, karena nature dari politik di
tingkat nasional kemudian akan mewarnai politik desentralisasi yang diterapkan.
Secara
umum terdapat berbagai alasan mengapa desentralisasi merupakan suatu pilihan
dalam sistem pemerintahan negara-negara di dunia. Pertama, ada anggapan
bahwa desentralisasi pemerintahan mencerminkan pengelolaan aspek-aspek
pemerintahan dan kehidupan sehari-hari secara lebih demokratis. Melalui
desentralisasi pemerintahan, rakyat daerah diberi kesempatan yang lebih besar
untuk menentukan keinginannya, karena mereka memang dianggap lebih mengetahui
apa yang mereka inginkan dan keadaaan daerahnya sendiri. Dengan demikian
merekalah yang dianggap paling pantas untuk menentukan kebijaksanaan
pembangunan daerahnya. Pada negara berkembang, pemerintah daerah dianggap
mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam meningkatkan partisipasi mesyarakat
daerah dalam proses pembangunan (Cohrane, 1983). Kedua, karena adanya
berbagai alasan teknis yang dapat dilihat dari berbagai segi seperti segi
ekonomi, geografis, etnis, budaya, dan sejarah. Panjangnya jalur birokrasi yang
harus ditempuh, mulai dari perencanaan pembangunan maupun pelaksanaannya,
membuat sistem pemerintahan yang terdesentralisasi dinilai jauh lebih efisien.
Hal ini karena dengan desentralisasi dapt dilakukan pemotongan sejumlah jalur
birokrasi yang panjang dan tidak perlu. Dengan demikian desentralisasi dapat
mengurangi adanya overload (kelebihan beban) dan congestion (pemusatan)
administrasi dan komunikasi di tingkat pusat (Rondinelli, 1983).
Hamparan
wilayah yang luas dari suatu negara dengan keadaan geografis yang bisa sangat
berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya menuntut penanganan yang
khusus bagi setiap daerah. Smith (1985) bahkan mengatakan bahwa kebutuhan akan
berbagai bentuk atau derajat pada sistem pemerintahan yang terdesentralisasi
merupakan suatu hal yang bersifat universal. Bahkan bagi negara-negara yang
sangat kecil sekalipun, pemerintahan daerah dengan tingkat otonomi tertentu
tetap dibutuhkan. Etnis, budaya dan sejarah bahkan bahasa yang berbeda, yang
menghasilkan sistem sosial yang berbeda antara suatu daerah dengan daerah
lainnya merupakan alasan lain mengapa sistem pemerintahan yang
terdesentralisasi dibutuhkan dalam suatu negara.
Berbagai
alasan lain mengenai desentralisasi sistem pemerintahan tersebut memperlihatkan
bahwa pelaksanaan desentralisasi berkaitan dengan berbagai faktor. Berbagai
studi telah dilakukan mengenai hal ini. Studi Bank Dunia terhadap 45 negara di
dunia ketiga pada dekade 1960-an menunjukkan bahwa tingkatan desentralisasi
berhubungan dengan berbagai faktor seperti: a) umur negara, semakin tua dan
semakin mapan suatu negara, semakin tinggi tingkat desentralisasinya; b)
besarnya Produk Nasional Kotor (PNB), semakin besar Produk Nasional Kotor suatu
negara, semakin tinggi pula tingkat desentralisasinya; c) media massa, semakin
tersebar luas media massa di suatu negara, semakin tinggi tingkat
desentralisasi negara tersebut; d) tingkat industrialisasi, negara-negara
dengan tingkat industrialisasi yang relatif tinggi memiliki tingkat
desentralisasi yang tinggi pula; dan e) jumlah pemerintah daerah, negara dengan
jumlah pemerintah daerah yang banyak memiliki tingkat desentralisasi yang
tinggi pula.
Hasil
studi yang menunjukkan hubungan positif kelima faktor tersebut di atas dengan
desentralisasi memperlihatkan bahwa faktor perkembangan sosial ekonomi negara
mempengaruhi tingkat desentralisasi. Sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi
negara-negara di dunia yang sedang terjadi dewasa ini maka sangat beralasan
bila dikatakan bahwa pemerintahan yang terdesentralisasi akan cenderung semakin
dilaksanakan pada masa-masa yang akan datang. Semakin kuat suatu negara dan
semakin berhasil upaya pembangunannya, maka semakin kuat dorongan politik untuk
menjangkau wilayah dan golongan yang lebih luas.
Keterbatasan
pemerintah pusat untuk mendukung perluasan layanan, karena semakin jauh
jangkauan layanan yang ingin dicapai maka semakin bersifat lokal dan spesifik
tugas-tugas yang dihadapi, sehingga bila tugas-tugas tersebut tetap
dilaksanakan oleh pemerintah pusat dapat menimbulkan resiko ekonomi dan politik
yang semakin tinggi. Namun demikian, satu faktor penting yang perlu diperkuat
terlebih dahulu sebelum desentralisasi dapat dilaksanakan adalah kesatuan
nasional yang tinggi. Setelah kesatuan nasional yang tinggi dicapai, maka
desentralisasi dapat menjadi prinsip idiologis yang dihubungkan dengan
tujuan-tujuan kemandirian, partisipasi rakyat, demokrasi, dan
pertanggungjawaban pemerintah serta aparatnya kepada rakyat secara keseluruhan.
Dapat
dikatakan bahwa desentralisasi merupakan indikator dari kedewasaan suatu sistem politik dan sistem birokrasi
yang terkandung di dalamnya. Pelaksanaan
desentralisasi sistem pemerintahan memiliki
beberapa keuntungan (Sidik, 1994),
antara lain menyebarkan
pusat pengambilan keputusan (decongestion);
kecepatan dalam pengambilan keputusan (speed); pengambilan keputusan
yang realistis (economic and Sosial realism); penghematan (economic efficiency); keikutsertaan masyarakat local
(local participation); serta solidaritas nasional (national
solidarity).
Pelaksanaan
desentralisasi dipengaruhi oleh berbagai hal. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan desentralisasi tersebut menurut Rondinelli (1983) adalah: pertama,
derajat komitmen politik serta dukungan administratif yang diberikan terutama
oleh pemerintah pusat dan oleh elite serta masyarakat daerah itu sendiri.
Kedua, adanya sikap dan perilaku serta kondisi kultural yang mendukung atau
mendorong pelaksanaan desentralisasi di daerah. Ketiga, adanya suatu rancangan
organisasi yang dapat mendukung program-program desentralisasi. Dan keempat,
tersedianya sumber keuangan, tenaga kerja serta infrastuktur yang memadai bagi
penyelenggaraan program-program desentralisasi.
Pembahasan
mengenai alasan perlunya desentralisasi secara umum terlihat sejalan dengan
keadaan di Indonesia. Keadaan geografis dengan belasan ribu pulau yang tersebar
pada suatu hamparan wilayah yang sangat luas serta latar belakang kondisi
sosial ekonomi dan budaya sudah merupakan alasan yang cukup kuat bagi Indonesia
untuk menerapkan sistem pemerintahan dengan azas desentralisasi. Namun demikian
selain alasan yang terkesan praktis tersebut, alasan lain yang lebih bersifat
fundamental merupakan alasan utama mengapa Indonesia menerapkan sistem
pemerintahan yang terdesentralisasi, yaitu bahwa secara konstitusional sistem
pemerintahan dengan azas desentralisasilah yang ditetapkan oleh Pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945.