Ukuran Rasio Lancar dengan Likuiditas
Menurut Bambang
Riyanto (2001:26), secara kasar dapatlah dikatakan bahwa bagi perusahaan –
perusahaan yang bukan perusahaan kredit, current
ratio (rasio lancar) kurang dari 2 : 1 dianggap kurang baik, sebab apabila
aktiva lancar turun misalnya sampai lebih dari 50%, maka jumlah aktiva
lancarnya tidak akan cukup lagi utuk menutup hutang lancarnya. Pedoman current
ratio 2 : 1, sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati – hati”. Dengan
demikian current ratio 200% bukanlah
pedoman yang mutlak.
Apa bila pedoman current ratio
2 : 1 atau 200% sudah ditetapkan sebagai ratio minimum yang akan dipertahankan
oleh suatu perusahaan, maka perusahaan dapat penarikan kredit jangka pendeknya
juga harus selalu didasarkan pada pedoman tersebut. Setiap saat perusahaan
harus mengetahui beberapa kredit jangka pendek maksimum yang boleh ditarik supaya
pedoman current ratio tersebut tidak
dilanggar. Batas maksimum kredit jangka pendek yang boleh diambil supaya tidak
menggangu atau melanggar pedoman current
ratio tertentu ialah apa yang disebut “the
line of credit” atau “maximum current
indebtedness”
Apabila suatu peusahaan menetapkan bahwa current ratio yang harus dipertahankan adalah 3 : 1 atau 300%, ini
berarti bahwa setiap hutang lancar sebesar Rp1,00 harus dijamin dengan aktiva
lancar Rp3,00 atau dijamin dengan “net
working capital” sebesar Rp2,00. Dengan demikian maka ratio modal kerja dengan
utang lancar adalah 2 : 1 karena modal kerja tak lain adalah kelebihan aktiva
lancar di atas utang lancar (2=3 -1).
0 Response to "Ukuran Rasio Lancar dengan Likuiditas"
Post a Comment