Prinsip-prinsip komunikasi
Dalam pembahasan yang lalu kita mendefinisikan komunikasi
dan menjelaskan beberapa komponen komunikasi. Selanjutnya kita akan menggali
sifat atau hakikat atau karakteristik komunikasi dengan menyajikan delapan
prinsip komunikasi. Memahami prinsip-prinsip ini sangat penting untuk memahami
komunikasi dalam segala bentuk dan fungsinya.
Pesan yang
Kontradiktif
Komunikasi
adalah Proses
Komponen-komponen
Komunikasi Saling Terkait
Komunikator
bertindak sebagai satu kesatuan
1. Komunikasi
Adalah Paket Isyarat
Perilaku komunikasi, apakah ini melibatkan pesan verbal,
isyarat tubuh, atau kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam
"paket". Biasanya, perilaku verbal dan nonverbal saling memperkuat
dan mendukung. Semua bagian dari sistem pesan biasanya bekerja bersama-sama
untuk mengkomunikasikan makna tertentu. Kita tidak mengutarakan rasa takut
dengan kata-kata sementara seluruh tubuh kita bersikap santai. Kita tidak
mengungkapkan rasa marah sambil tersenyum. Seluruh tubuh—baik secara verbal
maupun nonverbal—bekerja bersama-sama untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
kita.
Dalam segala bentuk komunikasi, apakah antarpribadi,
kelompok kecil, pidato di muka umum, atau media masa, kita kurang memperhatikan
sifat paket dari komunikasi. Ia berlalu begitu saja. Tetapi bila ada
ketidakwajaran---bila jabatan tangan yang lemah menyertai salam verbal, bila
gerak-gerik gugup menyertai pandangan yang tajam, bila kegelisahan menyertai
ekspresi nyaman dan santai—kita memperhatikannya. Selalu saja kita mulai
mempertanyakan ketulusan, dan kejujuran orang yang bersangkutan.
Pesan yang
Kontradiktif
Bayangkanlah
seseorang yang mengatakan "Saya begitu senang bertemu dengan anda,"
tetapi. berusaha menghindari kontak mata langsung dan melihat kesana-kemari
untuk mengetahui siapa lagi yang hadir. Orang ini mengirimkan pesan yang
kontradiktif. Kita menyaksikan pesan yang kontradiktif (juga dinamai "pesan
berbaur" oleh beberapa penulis) pada pasangan yang mengatakan
bahwa mereka saling mencintai tetapi secara nonverbal melakukan hal-hal yang
saling menyakiti, misalnya datang terlambat untuk suatu janji penting, mengenakan
pakaian yang tidak disukai pasangannya, menghindari kontak mata, atau tidak
saling menyentuh.
Pesan-pesan
tersebut ada juga yang mengatakan sebagai "diskordansi" (discordance) merupakan akibat dari
keinginan untuk mengkomunikasikan dua emosi atas perasaan yang berbeda. Sebagai
contoh, anda mungkin menyukai seseorang dan ingin mengkomunikasikan perasaan
positif ini, tetapi anda juga tidak menyukai orang itu dan ingin
mengkomunikasikan perasaan negatif ini juga. Hasilnya adalah anda
mengkomunikasikan kedua perasaan itu, satu secara verbal dan lainnya secara
nonverbal.
2. Komunikasi Adalah Proses Penyesuaian
Komunikasi
hanya dapat terjadi bila para komunikatornya menggunakan sistem isyarat yang
sama. Ini jelas kelihatan pada orang-orang yang menggunakan bahasa berbeda.
Anda tidak akan bisa berkomunikasi dengan orang lain jika sistem bahasa anda
berbeda. Tetapi, prinsip ini menjadi sangat relevan bila kita menyadari bahwa
tidak ada dua orang yang menggunakan sistem isyarat yang persis sama. Orang tua
dan anak, misalnya, bukan hanya memiliki perbedaan kata yang berbeda, melainkan
juga mempunyai arti yang berbeda untuk istilah yang mereka gunakan.
Sebagian dari seni komunikasi adalah mengidentifikasikan
isyarat orang lain, mengenali bagaimana isyarat-isyarat tersebut digunakan, dan
memahami apa artinya. Mereka yang hubungannya akrab akan menyadari bahwa
mengenali isyarat-isyarat orang lain memerlukan waktu yang sangat lama dan
seringkali membutuhkan kesabaran. Jika kita ingin benar-benar memahami apa yang
dimaksud seseorang, bukan sekadar mengerti apa yang dikatakan atau
dilakukannya, kita harus mengenal sistem isyarat orang itu.
3. Komunikasi Mencakup Dimensi Isi Dan Hubungan
Komunikasi,
setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan dengan dunia nyata atau
sesuatu yang berada di luar (bersifat ekstern bagi) pembicara dan pendengar.
Tetapi, sekaligus, komunikasi juga menyangkut hubungan di antara kedua pihak.
Sebagai contoh, seorang atasan mungkin berkata kepada bawahannya,
"Datanglah ke ruang saya setelah rapat ini." Pesan sederhana ini
mempunyai aspek isi (kandungan, atau content)
dan aspek hubungan (relational).
Aspek isi mengacu pada tanggapan perilaku yang
diharapkan—yaitu, bawahan menemui atasan setelah rapat. Aspek hubungan
menunjukkan bagaimana komunikasi dilakukan. Bahkan penggunaan kalimat perintah
yang sederhana sudah menunjukkan adanya perbedaan status di antara kedua pihak
Atasan dapat memerintah bawahan. Ini barangkali akan lebih jelas terlihat bila
kita membayangkan seorang bawahan memberi perintah kepada atasannya. Hal ini
akan terasa janggal dan tidak layak karena melanggar hubungan normal antara
atasan dan bawahan.
Dalam setiap situasi komunikasi, dimensi isi mungkin
tetap sama tetapi aspek hubungannya dapat berbeda, atau aspek hubungan tetap
sama sedangkan isinya berbeda. Sebagai contoh, atasan dapat mengatakan kepada
bawahan "Sebaiknya anda menjumpai saya setelah rapat ini" atau
"Dapatkah kita bertemu setelah rapat ini?" Dalam kedua hal, isi pesan
pada dasarnya sama—artinya, pesan dikomunikasikan untuk mendapatkan tanggapan
perilaku yang sama—tetapi dimensi hubungannya sangat berbeda. Dal kalimat
pertama, jelas tampak hubungan atasan-bawahan, bahkan terasa kesan merendahkan
bawahan. Pada yang kedua, atasan mengisyaratkan hubungan yang lebih setara dan
memperlihatkan penghargaan kepada bawahan.
Ketidakmampuan Membedakan Dimensi Isi dan Hubungan
Banyak masalah di antara manusia disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka mengenali perbedaan antara dimensi isi dan hubungan dalam
komunikasi. Perbedaan/perselisihan yang menyangkut dimensi isi relatif mudah
dipecahkan: Relatif mudah untuk memeriksa fakta yang dipertengkarkan. Sebagai
contoh, kita dapat memeriksa buku atau bertanya kepada seseorang tentang apa
yang sesungguhnya terjadi. Tetapi, pertengkaran yang menyangkut dimensi
hubungan jauh lebih sulit diselesaikan, sebagian karena kita jarang sekali mau
mengakui bahwa per tengkaran itu sesungguhnya menyangkut soal hubungan, bukan
soal isi.
4. Komunikasi Melibatkan Transaksi Simetris dan
Komplementer
Hubungan
dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan simetris dua orang
saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada
perilaku yang lainnya. Jika salah seorang mengangguk, yang lain mengangguk,
jika yang satu menampakkan rasa cemburu, yang lain memperlihatkan rasa cemburu;
jika yang satu pasif, yang lain pasif. Hubungan ini bersifat setara
(sebanding), dengan penekanan pada meminimalkan perbedaan di antara kedua orang
yang bersangkutan.
Cara lain melihat hubungan simetris adalah dalam bentuk
persaingan dan perebutan pengaruh di antara dua orang. Masing-masing orang
dalam hubungan simetris perlu menegaskan kesebandingan atau keunggulannya
dibanding yang lain. Hubungan simetris bersifat kompetitif; masing-masing pihak
berusaha mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya dari yang lain. Jika,
misalnya, salah satu pihak mengatakan bahwa sesuatu itu harus dilakukan dengan
cara tertentu, pihak yang lain akan menangkapnya sebagai pernyataan bahwa ia
tidak cukup kompeten untuk memutuskan bagaimana sesuatu itu harus dilakukan.
Terjadilah perebutan pengaruh. Tentu saja, kericuhan ini sebenarnya tidak
menyangkut tentang bagaimana sesuatu itu harus dilakukan. Kericuhan lebih
menyangkut tentang siapa yang berhak memutuskan. Kericuhan ini lebih menyangkut
siapa pihak yang lebih kompeten. Seperti dapat dengan mudah dipahami, tuntutan
pengakuan akan kesetaraan (atau keunggulan) seringkali menimbulkan pertengkaran
dan permusuhan.
Dalam hubungan
komplementer kedua pihak mempunyai perilaku yang berbeda. Perilaku salah
seorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam
hubungan komplementer perbedaan di antara kedua pihak dimaksimumkan. Orang
menempati posisi yang berbeda; yang satu atasan, yang lain bawahan; yang satu
aktif, yang lain pasif; yang satu kuat, yang lain lemah . Pada masanya, budaya
membentuk hubungan seperti ini —misalnya, hubungan antara guru dan murid, atau
antara atasan dan bawahan—. Walaupun hubungan komplementer umumnya produktif di
mana perilaku salah satu mitra melengkapi atau menguatkan perilaku yang lain,
masih ada masalah. Salah satu masalah dalam hubungan komplementer, yang dikenal
baik oleh banyak mahasiswa, adalah yang disebabkan oleh kekakuan yang
berlebihan. Sementara hubungan komplementer antara seorang ibu yan melindungi
dan membimbing dengan anaknya yang sangat bergantung kepadanya pada suatu saat
sanglt penting dan diperlukan untuk kehidupan si anak, hubungan yang sama
ketika anak ini beranjak dewasa menjadi penghambat bagi pengembangan anak itu
selanjutnya. Perubahan yang begitu penting untuk pertumbuhan tidak dimungkinkan
terjadi.
5. Rangkaian Komunikasi Dipunkuasi
Peristiwa
komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal dan akhir yang
jelas. Sebagai pemeran serta atau sebagai pengamat tindak komunikasi, kita
membagi proses kontinyu dan berputar ini ke dalam sebab dan akibat, atau ke
dalam stimulus dan tanggapan. Artinya, kita mensegmentasikan arus kontinyu
komunikasi ini ke dalam potongan-potongan yang lebih kecil. Kita menamai
beberapa di antaranya sebagai sebab atau stimulus dan lainnya sebagai efek atau
tanggapan.
Setiap tindakan
merangsang tindakan yang lain. Masing-masing tindakan berfungsi sebagai
stimulus bagi yang lain. Tetapi, tidak ada stimulus awal. Masing-masing
kejadian dapat dianggap sebagai stimulus dan masing-masing kejadian dapat pula
dianggap sebagai efek, tetapi tidak bisa ditentukan mana yang stimulus dan mana
yang tanggapan. Jika kita menghendaki komunikasi efektif—jika kita ingin
memahami maksud orang lain—maka kita harus melihat rangkaian kejadian seperti
yang dipunktuasi orang lain. Selanjutnya, kita harus menyadari bahwa punktuasi
kita tidaklah mencerminkan apa yang ada dalam kenyataan, melainkan merupakan
persepsi kita sendiri yang unik dan bisa keliru.
Komunikasi
adalah proses transaksional
Komunikasi adalah
transaksi. Dengan transaksi dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu
proses, hahwa komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa para
komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan.
Komunikasi
adalah Proses
Komunikasi
merupakan suatu proses, suatu kegiatan. Walaupun kita mungkin membicarakan
komunikasi seakan-akan ini merupakan suatu yang statis, yang diam, komunikasi
tidak pernah seperti itu. Segala hal dalam komunikasi selalu berubah —kita,
orang yang kita ajak berkomunikasi, dan lingkungan kita—.
Komponen-komponen
Komunikasi Saling Terkait
Dalam
setiap proses transaksi, setiap komponen berkaitan secara integral dengan
setiap komponen yang lain. Komponen komunikasi saling bergantung, tidak pernah
independen: Masing-masing komponen dalam kaitannya dengan komponen yang lain.
Sebagai contoh, tidak mungkin ada sumber tanpa penerima, tidak akan ada pesan
tanpa sumber, dan tidak akan umpan balik tanpa adanya penerima. Karena sifat
saling bergantung ini, perubahan pada sembarang komponen proses mengakibatkan
perubahan pada komponen yang lain. Misalnya, anda sedang berbincang-bincang
dengan sekelompok teman, kemudian ibu anda datang masuk ke kelompok. Perubahan
"khalayak" ini akan menyebabkan perubahan-perubahan lain. Barangkali
anda atau teman-teman anda akan mengubah bahan pembicaraan atau mengubah cara
membicarakannya. Ini juga dapat mempengaruhi berapa sering orang tertentu
berbicara, dan seterusnya. Apa pun perubahan yang pertama, perubahan-perubahan
lain akan menyusul sebagai akibatnya.
Komunikator
bertindak sebagai satu kesatuan
Setiap
orang yang terlibat dalam komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan
yang utuh. Secara biologis kita dirancang untuk bertindak sebagai makhluk yang
utuh. Kita tidak dapat bereaksi, misalnya, hanya pada tingkat emosional atau
intelektual saja, karena kita tidak demikian terkotak-kotak. Kita pasti akan
bereaksi secara emosional dan intelektual, secara fisik dan kognitif. Kita
bereaksi dengan tubuh dan pikiran. Barangkali akibat terpenting dari
karakteristik ini adalah bahwa aksi dan reaksi kita dalam komunikasi ditentukan
bukan hanya oleh apa yang dikatakan, melainkan juga oleh cara kita menafsirkan
apa yang dikatakan. Reaksi kita terhadap sebuah film, misalnya, tidak hanya
bergantung pada kata-kata dan gambar dalam film tersebut melainkan pada semua
yang ada pada kita —pengalaman masa lalu kita, emosi kita saat itu, pengetahuan
kita, keadaan kesehatan kita, dan banyak lagi faktor lain. Jadi, dua orang yang
mendengarkan sebuah pesan seringkali menerimanya dengan arti yang sangat
berbeda. Walaupun kata-kata dan simbol yang digunakan sama, setiap orang
menafsirkannya secara berbeda.
6. Komunikasi
Tak Terhindarkan
Anda mungkin menganggap bahwa komunikasi berlangsung
secara sengaja, bertujuan, dan termotivasi secara sadar. Dalam banyak hal ini
memang demikian. Tetapi, seringkali pula komunikasi terjadi meskipun seseorang
tidak merasa berkomunikasi atau tidak ingin berkomunikasi. Dalam situasi
interaksi, anda tidak bisa tidak berkomunikasi. Tidaklah berarti bahwa semua
perilaku merupakan komunikasi; misalnya, jika sang murid melihat ke luar
jendela dan guru tidak melihatnya, komunikasi tidak terjadi.
Selanjutnya, bila kita dalam situasi interaksi, kita
tidak bisa tidak menanggapi pesan dari orang lain. misalnya, jika kita melihat
seseorang melirik ke arah kita, kita pasti bereaksi dengan cara tertentu.
Seandainyapun kita tidak bereaksi secara aktif atau secara terbuka, ketiadaan
reaksi ini sendiri pun merupakan reaksi, dan itu berkomunikasi. Kita tidak bisa
tidak bereaksi. Sekali lagi, jika kita tidak menyadari lirikan itu, jelas bahwa
komunikasi tidak terjadi.
7. Komunikasi Bersifat Tak Reversibel
Anda dapat membalikkan arah proses beberapa sistem
tertentu. Sebagai contoh, anda dapat mengubah air menjadi es dan kemudian
mengembalikan es menjadi air, dan anda dapat mengulang-ulang proses dua arah
ini berkali-kali sesuka anda. Proses seperti ini
dinamakan proses reversibel. Tetapi ada sistem lain yang bersifat tak
reversibel (irreversible). Prosesnya hanya bisa berjalan dalam satu arah, tidak bisa
dibalik. Anda, misalnya, dapat mengubah buah anggur menjadi minuman anggur
(sari anggur), tetapi anda tidak bisa mengembalikan sari anggur menjadi buah
anggur. Komunikasi termasuk proses seperti ini, proses tak reversibel. Sekali
anda mengkomunikasikan sesuatu, anda tidak bisa tidak mengkomunikasikannya.
Tentu saja, anda dapat berusaha mengurangi dampak dari pesan yang sudah
terlanjur anda sampaikan; anda dapat saja, misalnya, mengatakan, "Saya
sangat marah waktu itu; saya tidak benar-benar bermaksud mengatakan seperti
itu." Tetapi apa pun yang anda lakukan untuk mengurangi atau meniadakan
dampak dari pesan anda, pesan itu sendiri, sekali telah dikirimkan dan
diterima, tidak bisa dibalikkan. (Ada pepatah Indonesia yang mengatakan, nasi
telah menjadi bubur.) l
Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi penting
komunikasi dalam segala macam bentuknya. Sebagai contoh, dalam interaksi
antarpribadi, khususnya dalam situasi konflik, kita perlu hati-hati untuk tidak
mengucapkan sesuatu yang mungkin nantinya ingin kita tarik kembali. Pesan yang
mengandung komitmen—pesan "aku cinta kepadamu" dengan segala macam
variasinya— juga perlu diperhatikao , lika tidak, kita mungkin terpaksa
mengikatkan diri kita pada suatu posisi yang mungkin nantinya kitt sesali.
Dalam situasi komunikasi publik atau komunikasi masa, di mana pesan-pesan
didengar oleli ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang, sangatlah penting kita
menyadari bahwa komunikasi kita bersifat tak reversibel.
0 Response to "Prinsip-prinsip komunikasi"
Post a Comment