Kriteria Sosial Budaya
Kriteria Sosial Budaya
Keinginan
untuk pembentukan suatu daerah otonom merupakan cerminan dari meningkatnya
kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai warga negara (citizen) yang
perlu diakomodasikan secara proporsional. Keinginan tersebut bisa muncul karena
faktor latar belakang sejarah (historis) maupun faktor sosial budaya.
Dari faktor sejarah, keinginan untuk pembentukan daerah otonom baru bisa muncul
karena daerah tersebut memiliki latar belakang sejarah yang dianggap berbeda
dari daerah induknya. Kebanggaan akan sejarah masa lalu dan keinginan untuk
melestarikan atau menampilkan kembali kejayaan masa lalu seringkali menjadi
alasan utama bagi keinginan masyarakat tersebut. Karena itu dari aspek historis
perlu dikaji lebih lanjut bagaimana sejarah suatu daerah pada masa lampau,
relevansi aspek kesejarahan tersebut terhadap pembentukan daerah otonom baru
dan sejauhmana sejarah masa lampau tersebut berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat dimasa kini.
Sementara dari faktor sosial budaya keinginan untuk
membentuk suatu daerah otonom seringkali dilandasi oleh adanya pandangan bahwa
ada budaya sekelompok masyarakat yang terkesan terpinggirkan (termarginalkan)
atau belum terakomodasikan secara memadai dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah selama ini. Kurangnya kesempatan untuk mengekspresikan diri bisa jadi
merupakan faktor yang menonjol dibalik alasan untuk pembentukan daerah otonom
baru. Keberadaan pemerintah daerah otonom yang baru kemudian diharapkan dapat
lebih mengakomodasikan nilai-nilai budaya setempat yang bersifat khas dalam
berbagai aspeknya. Karena itu pada aspek sosial budaya perlu dikaji berbagai
faktor budaya masyarakat suatu daerah, faktor-faktor dominan yang terdapat
dalam budaya masyarakat daerah tersebut, bagaimana masyarakat mengekspresikan
budayanya dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana pengaruh
faktor budaya tersebut
dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah selama ini, serta apakah budaya tersebut masih relevan
dengan penyelenggaraan pemerintahan di era modern ini. Pengkajian tersebut
diperlukan dalam upaya mengungkap kesiapan sumber daya manusia (human
capital), sumber daya sosial (Sosial capital) maupun sumber daya
budaya (cultural capital) yang diperlukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
Kriteria sosial budaya dalam pembentukan daerah otonom
dalam hal ini akan dikaji melalui tiga indikator. Indikator-indikator yang
digunakan adalah rasio sarana
peribadatan per 10.000 penduduk, rasio fasilitas lapangan olahraga per 10.000
penduduk, dan jumlah balai pertemuan.
Indikator tersebut digunakan dengan asumsi bahwa aspek sosial budaya
masyarakat di daerah teraktualisasikan melalui berbagai bentuk aktivitas nyata
seperti aktivitas keagamaan, aktivitas seni, olah raga, maupun
aktivitas-aktivitas lainnya. Karena itu ketersediaan berbagai fasilitas sosial
budaya tersebut dianggap dapat mencerminkan sejauhmana kondisi sosial budaya
masyarakat di daerah yang akan dibentuk. Indikator-indikator tersebut seluruhnya mencerminkan dua hal.
Pertama, kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan berbagai sarana dan
parasarana sosial yang dibutuhkan warganya, yakni fasilitas tempat peribadatan,
tempat-tempat kegiatan sosial maupun sarana olah raga. Dalam hal ini semakin
tinggi angka rasio memperlihatkan semakin besarnya perhatian pemda selama ini
terhadap aspek sosial budaya masyarakat dan semakin besarnya kemampuan pemda
selama ini dalam menyediakan sarana dan prasarana sosial yang dibutuhkan
warganya. Kedua, kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas sosial yang
tersedia, yakni tempat peribadatan, tempat kegiatan sosial serta sarana olah
raga. Dalam hal ini semakin tinggi angka rasio memperlihatkan semakin baiknya
akses masyarakat terhadap berbagai fasilitas sosial yang tersedia, baik yang
dibangun pemda maupun yang dibangun sendiri oleh masyarakat. Dengan asumsi
bahwa fasilitas atau sarana-sarana tersebut dapat digunakan oleh masyarakat
untuk berbagai kegiatan yang dapat mengekspresikan budaya masyarakat maka
dengan ketersediaan fasilitas-fasilitas sosial tersebut diasumsikan bahwa
interaksi sosial antar warga akan semakin baik, masalah-masalah sosial dapat
dikurangi atau ditanggulangi, serta jaminan sosial bagi warganya yang semakin
baik.