Trafficking dalam Kontek Organized Crime
Organized crime merupakan salah satu core subject dalam hubungan
internasional telah menjadi suatu fenomena yang luar biasa dimana keberadaannya
telah menyita perhatian dunia internasional untuk lebih menanganinya secara
mendalam. Organized crime
merupakan efek samping yang ditimbulkan akibat modernitas dan globalisasi
dimana setiap negara dituntun untuk mampu memicu laju pertumbuhan
perekonomiannya, bertahan atau tergilas oleh negara lainnya yang lebih kuat
serta menciptakan dunia tanpa batas. Bukan hanya state actors yang berperan dalam melawan organized crime tetapi juga kehadiran non state actors memberikan gerakan yang dinamis pada sistem
internasional.
Kejahatan
terorganisisr sebagai sebuah fenomena yang baru muncul dan meningkat ketika
kejahatan seperti perdagangan, penyelundupan, pemerasan, pembajakan dan
pemalsuan menjadi terorganisir melampaui batas negara secara efektif dan
cenderung terjadi dalam sistem politik dan ekonomi yang kompleks. Semakin
berkembangnya wacana kejahatan terorganisir menjadi transnational organized crime, muncul ketika negara mengalami
evolusi yang luar biasa dalam peran dan pelaksanaan kekuasaannya, dimana dalam
memerangi kejahatan terorganisir tak jarang aparat negara juga terlibat bahkan
mendukung serta menjadi akses bagi pelaksanaan kegiatan ini maka tidak
mengherankan bila kekuatan dan peranan hukum semakin melemah.
Melalui
praktek penyuapan kepada aparat, memberikan kesempatan pada organisasi
kejahatan untuk dapat berkembang dan tumbuh subur membangun kekuatan, membuat
jaringan hingga melintasi batas negara, dan bermain sebagai aktor non negara di
berbagai bidang yang tergantung pada keadaan kesejahteraan masyarakat dan
kehidupan politik masing-masing negara. ”Trend” yang demikian terkadang juga
terjadi didalam suatu masyarakat terbuka yang kacau karena ketidaksempurnaan
dan ketidakstabilan dari pelaksanaan demokrasi dan tatanan kehidupan suatu
negara.
Kejahatan
lintas negara merupakan suatu kejahatan yang berdampak terhadap dua negara atau
lebih dengan luas jaringan yang terbatas. Kejahatan lintas negara ini juga
memiliki elemen lintas batas, baik yang dilakukan oleh orang (penjahat,
kriminal, buronan, atau mereka yang sedang melakukan kejahatan) atau korban
(seperti dalam kasus perdagangan atau penyelundupan manusia), atau oleh benda
(senjata api, uang yang digunakan dalam kejahatan pencucian uang, obat-obat
terlarang), atau oleh niatan kriminal (seperti penipuan melalui komputer).
Walaupun bentuk-bentuk kejahatan transnasional telah ada sejak lama, namun saat
ini isu tersebut dinilai sebagai ancaman keamanan baru (Vermonte; 2002:45).
Trafficking merupakan salah satu dari kejahatan lintas negara
yang memerlukan penanganan yang serius antar pihak-pihak yang terkait
dikarenakan keberadaannya yang akan membahayakan stabilitas keamanan suatu
negara. Tidak adanya ketentuan yang baku akan definisi yang jelas mengenai trafficking serta terbatasnya
pendefinisian akan trafficking, maka
definisi trafficking memiliki arti
yang berbeda pada masing-masing orang yang berbeda.
Trafficking dapat diartikan sebagai:
Kegiatan perdagangan perempuan atau anak yang dilakukan dengan tujuan untuk
eksploitasi untuk pelacuran, kerja, atau pelayanan paksa, pemindahan atau
transplantasi dan seluruh tindakan yang melibatkan pemerasan dan pemanfaatan
fisik, seksual , tenaga dan atau kemampuan seseorang oleh pihak lain dengan
semena-mena untuk mendapatkan keuntungan materiil dan immaterial (www.pikiran
rakyat.com).
Sedang menurut PBB, dalam the united nations protcol to prevent, suppress and punish trafficking
in persons, especially women and children (2000), trafficking didefinisikan sebagai
berikut:
1. “Trafficking in
person” shall mean the recruitment, transportation, transfer, harboring or
receipt of person, by means of the threat or use of force or other forms of
coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or a
position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits
to achieve the consent of a person having control over another person, for the
purpose of exploitation. Exploitation shall include, at minimum, the
exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual
exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to
slavery, servitude or the removal of organs.
2. The consent of a
victim of trafficking in person to the intended exploitation set forth in
subparagraph (1) of this article shall be irrelevant where any of the means set
forth in subparagraph (1) have been used;
3.
The recruitment,
transportation, transfer, harboring or receipt of a child for the pupose of
exploitation shall be considered “trafficking in persons” even if this does not
involve any of the means set forth in subparagraph (1) of this article;
4.
“Child” shall
mean any person under eighteen years of age.
Yang
diterjemahkan sebagai berikut:
1. Perdagangan manusia berarti perekrutan,
pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang dengan menggunakan
berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan,
penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau
pemberiaan atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin
dari prang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.
Eksploitasi termasuk paling tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau
bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan, atau
pengambilan organ tubuh.
2. Perizinan atau persetujuan dari korban
perdagangan manusia yang dimaksudkan, empat kumpulan eksploitasi dalam subparagraf
(1) untuk artikel ini akan tidak relevan dimana pengertian lain dari empat
kumpulan dalam paragraph (1) telah digunakan;
3. Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, atau
penerimaan anak untuk tujuan eksploitasi akan dipertimbangkan dalam perdagangan
manusia, meskipun jika hal ini tidak melibatkan berbagai pengertian dari empat
kumpulan dalam sub paragraf (1) dari artikel ini;
4. Anak berarti setiap orang yang usainya
dibawah delapan belas tahun.
Trafficking merupakan suatu kejahatan yang terorganisir dan
pada umumnya merupakan suatu bisnis yang menggiurkan dan dalam menjalankan
bisnisnya cenderung mempengaruhi pemerintah dimana aktifitas kriminal seperti trafficking in person (child trafficking),
drug trafficking dan money laundering menjadi salah satu pendapatan
bagi negara, akan tetapi dilain sisi aktivitas kegiatan seperti ini dapat
menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan perekonomian suatu negara.
Child
trafficking yang kerap kali dilakukan oleh para trafficker memberikan dampak negatif bagi perkembangan jasmani
ataupun rohani anak serta dapat merusak kebutuhan dasar seorang anak untuk
tumbuh dalam lingkungan yang aman dan merusak hak anak untuk bebas dari
kekerasan dan eksploitasi seksual.
Di Indonesia dan juga kebanyakan negara lain menilai
bahwa child trafficking merupakan
salah satu ancaman bagi stabilitas negaranya dimana kejahatan ini akan
berkembang dengan subur dan dapat mendanai kejahatan terorganisir lainnya. Maka dari itu diperlukan penanganan secara
khusus untuk memberantas child trafficking
yang kini bukanlah suatu fenomena yang baru terjadi dikalangan masyarakat
pada suatu negara. Anak yang merupakan titipan dari Tuhan dan merupakan salah
satu aset bagi negara sudah seharusnya mendapatkan kenyamanan, keamanan,
perlindungan baik itu jasmani mapun rohani agar dapat tumbuh dan berkembang
serta dapat menikmati masa anak-anaknya sebagaimana mestinya. Untuk itu, kita
sebagai orang dewasa baik itu pemerintah, masyarakat, keluarga maupun
organisasi-organisasi yang berkaitan dengan anak-anak berkewajiban untuk
merawat dan memberikan perlindungan dari segala bentuk kejahatan yang ada
didunia.
0 Response to "Trafficking dalam Kontek Organized Crime"
Post a Comment