Mendorong Hubungan Pemerintahan dan Kerjasama antar Daerah
Mendorong Hubungan Pemerintahan dan Kerjasama antar Daerah
Kalau dalam UU No. 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa antara Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota masing-masing
berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarkhi satu sama lain, maka
dalam UU No. 32 Tahun 2004 dengan tegas
dinyatakan bahwa terdapat hubungan pemerintahan yang mencakup 3 (tiga) hal,
yaitu hubungan dalam bidang keuangan,
bidang pelayanan umum, dan bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya, yang kesemuanya meliputi hubungan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan daerah, sehingga pola hubungan
tersebut menjadi sbb:
Pertama, hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
daerah dalam bidang keuangan,
meliputi:
a.pemberian sumber-sumber keuangan untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;
b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan
daerah; dan
c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada
pemerintahan daerah.
Kedua, hubungan antar
Pemerintahan daerah dalam bidang keuangan, meliputi:
a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota;
b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
c. pembiayaan bersama atas kerjasama antar daerah; dan
d. pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah.
Ketiga, hubungan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam bidang pelayanan umum, meliputi:
- kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
- pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan
daerah; dan
- fasilitasi pelaksanaan kerjasama antar pemerintahan daerah dalam
penyelenggaraan pelayanan umum.
Keempat,
hubungan antar Pemerintahan
daerah dalam bidang pelayanan umum, meliputi:
- pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;
- kerjasama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan
umum; dan
- pengelolaan perizinan bersama dalam bidang pelayanan umum.
Kelima, hubungan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, meliputi:
a. kewenangan, tannggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian dampak, budi daya dan pelestarian;
b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya; dan
c. penyerasian lingkungan dan tata ruang serta
rehabilitasi lahan.
Keenam, hubungan antar Pemerintahan daerah dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya, meliputi:
a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah;
b. kerjasama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan
c. pengelolaan peridzinan bersama dalam pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
Daerah
yang memiliki ”wilayah laut” diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya
di wilayah laut, dimana daerah akan memperoleh bagi hasil atas pengelolaan
sumber daya di bawah dasar dan/atau di dasar laut, yang pengaturannya sesuai
dengan perundang-undangan.
Kewenangan
daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut, meliputi: eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
pengelolaan kekayaan laut; pengaturan administrasi; pengaturan tata ruang;
penegakkan hukum terhadap perauran yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewsenangannya oleh pemerintah; ikut serta dalam pemeliharaan,
keamanan; dan ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah
laut tersebut, ditentukan paling jauh 12 (duabelas) mil laut, diukur dari garis
pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan untuk provinsi, dan
1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan
provinsi diperuntukkan untuk Kabupaten/Kota.
Apabila
wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, maka
kewenangan untuk mengelola sumber daya
di wilayah laut tsb dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis
tengah dari wilayah antara 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk Kabupaten/Kota
memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. Ketentuan
tersebut diatas, tidak berlaku bagi penangkapan ikan oleh nelayan kecil. Yang
dimaksud dengan ”nelayan kecil” disini adalah nelayan masyarakat tradisional
Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional,
dan terhadapnya tidak dikenakan surat
idzin usaha, dan bebas dari pajak, dan bebas manangkap ikan di seluruh pengelolaan
perikanan dalam wilayah Republik Indonesia.